Ketika sang mentari mulai menampakkan kekuasaannya. Sebuah lantunan panggilan shalat pun mulai menyambut datangnya hari. Burung-burung pun berkicauan merdu menandakan kerasnya kehidupan akan segera di mulai. Pekatnya hawa dinginpun mulai pudar. Kilauan sinar sang surya pun mulai menembus butiran-butiran embun pagi. Cahaya-cahaya lampu istana mati mengikuti hari. Lalang lalulintas mulai terisi penuh oleh arus kehidupan.
Pagi hari telah datang. Sambutan mulia pun mulai menyambut Ibu yang di tinggal seorang suami entah kemana, yang masih meninggalkan banyak beban keluarga. Ibu hanya hidup di temani oleh seorang anak perempuannya yang baru menginjak usia sepuluh tahun yang bernama Iza. Ibu dan Iza pun hanya dapat tinggal di sebuah gubuk kecil yang luasnya hanya selebar dua petak tanah, yang di pagari dengan menggunakan anyaman bambu, dan diatapi dengan menggunakan seng tua yang berkarat.